sejarah dan karakteristik PKn di Indonesia
KARAKTERISTIK
DAN PERKEMBANGAN PKn DI INDONESIA
OLEH:
SITI NURKOMARIYAH
RIRIS WYLIANANDA.S
SILVIA MEGA PANGESTI
DAVID TINO SAMBERA
KELAS : 1A REGULER B
UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia serta taufik dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang’’Karakteristik dan Perkembangan PKn di Indonesia’’. Dan juga kami
berterimakasih kepada Ibu Dra.Asmayani Salimi, M.Si selaku dosen mata kuliah PKn yang telah memberi tugas ini kepada kami.
Kami
sangat berharap makalah ini dapat beguna dalam rangka menambah wawasan sera
pengetahuan kita mengenai’’Karakteristik dan Perkembangan PKn di Indonesia’’.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap akan adanya kritik,
saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat dimasa yang akan
datang.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun
orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dimasa depan.
Pontianak, 21 September 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Urgensi matapelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan dalam setiap jenjang pendidikan tidak terlepas dari fungsi dan
peranan Pendidikan Kewarganegaraan dalam membentuk karakter bangsa yang sesuai
dengan harapan Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Meskipun Pendidikan
Kewarganegaraan harus melalui berbagai perubahan nama dan materi dari setiap
kurikulum namun tidak dapat dipungkiri Pendidikan Kewarganegaraan telah memberikan
kontribusi yang cukup besar dalam mencetak generasi bangsa berkepribadian
luhur.
Mulai terkikisnya moral anak bangsa saat ini
juga telah menjadi peringatan bagi semua kalangan pada umumnya dan pendidik
pada khususnya. Dalam mengatasi hal ini pendidik harus bisa mengintegrasikan
setiap matapelajaran menjadi pendidikan karakter baik secara langsung maupun
tidak langsung. Termasuk dalam matapelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang
mengajarkan untuk berperilaku sesuai norma-norma yang ada. Teori yang ada dalam
materi pelajaran tersebut harus sesuai dengan praktik lapangan sehingga dapat
tercipta peserta didik yang tidak hanya sekedar cerdas dalam bidang akademik
tetapi juga cerdas menempatkan diri sebagai warga negara yang baik.
1.2
Rumusan Masalah
a.
Bagaimana Sejarah lahirnya PKn di
Indonesia?
b.
Bagaimana Civic Education
Indonesia?
c.
Apa Konsep Civic Education di
Indonesia?
d.
Bagaimana penerepan Civic
Education di Indonesia?
1.3.TujuanPembahasan
a.
Materi
pendidikan kewarganegaraan mengajarkan mahasiswa
untuk mengenal aturan dasar kewarganegaraan.
b.
Mendidik
mahasiswa agar memiliki toleransi dan tenggang rasa terhadap sesama warga negara.
c.
Menumbuhkan
rasa cinta tanah air, dengan demikian para penerus bangsa ini dengan sendirinya
akan membangun suatu negara yang
besar, kuat bersih serta di dukung dengan dasar–dasar dari sebuah Pancasila.
d.
Dengan rasa kewarganegaraan yang tinggi, tidak
akan membuat kita goyah dengan iming–iming kejayaan atau kekuasaan yang
sifatnya hanya sementara.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Lahirnya PKn
Di Indonesia
Di
Indonesia istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” mengalami perkembangan dan
perubahan dari tahun ke tahun. Awal munculnya Pendidikan Kewarganegaraan atau
yang lebih dikenal dengan nama Civic Education yakni berasal dari USA, hal ini menunjukkan menunjukkan adanya
perluasan dari waktu ke waktu. Sehingga Pendidikan Kewarganegaraan dapat sampai
ke Indonesia. Untuk lebih jelasnya dibawah ini akan dibahas awal perkembangan
Pendidikan Kewarganegaraan di USA kemudian ke pembahasan perkembangannya di
Indonesia.
Latar belakang lahirnya pendidikan Kewarganegaraan berawal dari perjalanan
sejarah panjang bangsa Indonesia yang dimulai sejak dari perebutan dan
mempertahankan kemerdekaan sampai pada pengisian kemerdekaan, bahkan terus
berlangsung hingga zaman reformasi.Latar belakang lahirnya pendidikan
Kewarganegaraan berawal dari perjalanan sejarah panjang bangsa Indonesia yang
dimulai sejak dari perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai pada
pengisian kemerdekaan, bahkan terus berlangsung hingga zaman reformasi. Kondisi
perebutan dan mempertahankan kemerdekaan itu ditanggapi oleh bangsa indonesia
berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa yang senantiasa tumbuh dan
berkembang. Kesamaan nilai-nilai tersebut dilandasi oleh jiwa, tekad dan
semangat kebangsaan. Kesemuanya itu tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan yang
mampu mendorong proses Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pendidikan
kewarganegaraan diselenggarakan untuk membekali para mahasiswa selaku secalon
pemimpian dimasa depan dengan kesadaran bela negara serta kemampuan berpikir
secara komprehensif integral dalam rangka ketahanan nasional kesadaran bela
negara ini berwujud sebagai kerelaan dan kesadaran melakukan kelangsungan hidup
bangsa melalui profesinya kesadaran bela negara dengan demikian kesadaran bela negara mengandung arti :
a.
Kecintaan kepada tanah air,
b.
Kesadaran berbangsa dan bernegara,
c. Keyakinan akan pancasila dan UUD 1945,
d. Kerelaan
berkorban bagi bangsa dan negara serta
e.
Sikap dan perilaku awal bela negara.
Kewarganegaraan
mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1957 yang menunjukkan awal masuknya
pembelajaran atau studi Kewarganegaraan atau Civic di Indonesia. Namun barulah
pada tahun 1994, studi kewarganegaraan diintegrasikan secara penuh dalam
pendidikan, bahkan dikolaborasikan dengan pendidikan Pancasila sebagai dasar
ideologi bangsa Indonesia. Perjalanan sejarah Bangsa Indonesia menunjukkan
bahwa pendidikan formal secara tradisional telah disiapkan melalui salah satu
wahana untuk mempersiapkan warga negara yang sesuai dengan cita-cita nasional
melalui, disiplin ilmu-ilmu sosial dalam kurikulum. Hal itu ditunjukkan dengan
lahirnya berbagai kebijakan di bidang pendidikan khususnya tentang PKn sebagai
tindak lanjut dari Dekrit Presiden 1959 untuk kembali pada UUD 45, diantarnya dengan instruksi pembaharuan buku-buku di
universitas-universitas. Dalam kaitan itu dikemukakan pula bahwa: “Salah satu
hal lagi untuk menyempurnakan pendidikan kita itu ialah usaha menimbulkan
pengertian dan jiwa patriotisme di dalam hati murid. Untuk itulah maka
pemerintah dalam hal ini Dep. PP dan K mengeluarkan surat keputusan No.
122274/S tanggal 10 Desember 1959
membentuk panitia yan terdiri atas 7 orang untuk membuat buku pedoman mengenai
kewajiban-kewajiban dan hak-hak warga negara Indonesia disertai dengan hal-hal
yang akan menginsyafkan mereka tentang sebab-sebab sejarah dan tujuan Revolusi
Kemerdekaan kita” (Supardo,dkk. 1962).
Panitia tersebut berhasil menyusun buku Manusia dan Masyarakat Baru
Indonesia (Civics) 1962. Buku pedoman PKn tersebut berisi:
1. Sejarah pergerakan/ perjuangan Rakyat Indonesia.
2. Pancasila.
3. UUD 1945.
4. Demokrasi dan Ekonomi Terpimpin.
5. Konferensi Asia-Afrika.
6. Kewajiban dan Hak Warga Negara.
7. Manifesto Politik.
8. Laksana Malaikat dan Lampiran-lampiran tentang Dekrit Presiden,
Lahirnya Pancasila, Pidato Presiden Sukarno, Declaration of Human Rights dan Panca Wardhana (Lima
perkembangan).
Pada dasarnya bahan pelajaran
kewarganegaraan telah digunakan sejak 1959 sampai dengan pecahnya Pemberontakan
Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tanggal 30 September 1965 (Gestapu PKI)
yang oleh karena itu paham komunisme dan PKI itu sendiri serta segala omas yang
bernaung di bawahnya atau berafiliasi dengan dinyatakan sebagai pertai
terlarang di seluruh Indonesia dan kegiatannya dianggap sebagai bahaya laten.
Bahan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan 1959 tersebut istilah
Kewarganegaraan atas asal usul Menteri Kehakiman waktu itu Mr. Sahardjo diubah
menjadi Kewarganegaraan berlaku sampai dengan diberlakukannya Kurikulum 1968.
Pendidikan Kewarganegaraan Negara
menurut kurikulum 1968 berada dalam Kelompok Pembinaan Jiwa Pancasila baik di Sekolah
Dasar maupun Sekolah Menengah. Bahan-bahan pengajaran Pendidikan
Kewargaannegara menurut kurikulum 1968 tersebut digunakan sampai di tetapkannya
Pendidikan Kewargaannegara yang tujuannya adalah membentuk warga negara
Pancasialias yang beriman dang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Selama masa ORBA kurikulum telah berubah beberapa kali yang
berakibat berubahnnya pula kurikulum pendidikan
kewarganegaraan yang diawali dengan kurikulum 1962 ke kurikulum 1968
kemudian menjadi kurikulum tahun 1975, dan selanjutnya kurikulum tahun 1984
sebagai penyempurnaan terhadap kurikulum 1975 dan terakhir 1994 sebagai
kelanjutan Kurikulum Tahun 1984.
2.2 Perkembangan Civic Education di Indonesia
Penjelasan mengenai Civics mempunyai kesamaan
yang sama yaitu membahas mengenai “government”, hak dan kewajiban sebagi warga
negara. Akan tetapi, arti Civics dalam perkembangan selanjutnya bukan hanya
meliputi “government” saja, kemudian dikenal istilah Community Civics, Economic
Civics, dan Vocational Civics.
Gerakan
“Community Civics” pada tahun 1970 dipelopori oleh W.A. Dunn adalah untuk
menghadapkan pelajar pada lingkungan atau kehidupan sehari-hari dalam
hubungannya dengan ruang ringkup lokal, nasional maupun internasional. Gerakan
“community civics” disebabkan pula karena pelajaran civics pada waktu itu hanya
mempelajari konstitusi dan pemerintah saja, akan tetapi kurang memperhatikan
lingkungan sosial.Selain gerakan community civics, timbul pula gerakan civic
education. Ruang lingkup Civics Education (Somantri, 1975:33), antara lain:
A.
Civic Educationmeliputi seluruh program dari sekolah.
B.
Civic Education meliputi berbagai macam kegiatan belajar mengajar,
yang dapat menumbuhkan hidup dan tingkah laku yang lebih baik dalam masyarakat
demokratis.
C.
Dalam Civic Education termasuk pula hal-hal yang menyangkut,
pengalaman, kepentingan masyarakat, pribadi dan syarat-syarat obyektif hidup
bernegara.
Unsur-unsur Civic Education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: Mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional; dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
Unsur-unsur Civic Education yang dapat menjadi acuan bagi para pelajar, antara lain: Mengetahui, memahami dan mengapresiasikan cita-cita nasional; dan dapat membuat keputusan-keputusan yang cerdas.
Kuhn
(Winataputra dan Budimansyah, 2007:71) mengemukakan bahwa, perkembangan istilah
Civics dan Civic Education di Indonesia terjadi pada tahun :
1.
Kewarganegaraan (1957), membahas cara memperoleh dan kehilangan
kewargaan negara.
2.
Civics (1962), tampil dalam bentuk indoktrinasi politik.
3.
Pendidikan Kewargaan Negara (1968) sebagai unsur dari pendidikan
kewargaan Negara yang bernuansa pendidikan ilmu pengetahuan sosial.
4.
Pendidikan Kewargaan Negara (1969) tampil dalam bentuk pengajaran
konstitusi dan ketetapan MPRS.
5.
Pendidikan Kewargaan Negara (1973) yang diidentikkan dengan
pengajaran IPS.
6.
Pendidikan Moral Pancasila (1975 dan 1984) tampil menggantikan PKN
dengan isi pembahasan P4.
7.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (1994) sebagai
penggabungan bahan kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang tampil
dalam bentukpengajaran konsep nilai yang disaripatikan dari Pancasila dan P4.
Menurut
Kuhn diat Kewarganegaraan mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1957 yang
menunjukkan awal masuknya pembelajaran atau studi Kewarganegaraan atau Civic di
Indonesia. Namun barulah pada tahun 1994, studi kewarganegaraan diintegrasikan
secara penuh dalam pendidikan, bahkan dikolaborasikan dengan pendidikan
Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia.
2.3
Konsep Civic Education di
Indonesia
Dalam buku Belajar Civic Education dari Amerika,
dijelaskan bahwa Menurut
Kuhn diat Kewarganegaraan mulai dikenal di Indonesia pada tahun 1957 yang
menunjukkan awal masuknya pembelajaran atau studi Kewarganegaraan atau Civic di
Indonesia. Namun barulah pada tahun 1994, studi kewarganegaraan diintegrasikan
secara penuh dalam pendidikan, bahkan dikolaborasikan dengan pendidikan
Pancasila sebagai dasar ideologi bangsa Indonesia.
(Benjamin Barber, 1992).
Tujuan civic education adalah
partisipasi yang bermutu dan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan
masyarakat baik ditingkat lokal, maupun nasional. Hasilnya adalah dalam
masyarakat demokratis kemungkinan mengadakan perubahan sosial akan selalu ada,
jika warga negaranya mempunyai pengetahuan, kemampuan dan kemauan untuk
mewujudkannya. Partisipasi warga negara dalam masyarakat demokratis, harus
didasarkan pada pengetahuan, refleksi kritis dan pemahaman serta penerimaan
akan hak-hak dan tanggung jawab. Partisipasi semacam itu memerlukan (1). Penguasaan
terhadap pengetahuan dan pemahaman tertentu, (2). Pengembangan kemampuan intelektual
dan partisipatoris, (3). Pengembangan karakter atau sikap mental tertentu, dan
(4. Komitmen yang benar terhadap nilai dan
prisip fundamental demokrasi.
Dalam civic education juga
didalamnya mengembangkan tiga komponen utama: pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge), kecakapan kewarganegaraan (civic skills), dan watak-watak kewarganegaraan
(civic dispositions). Civic Education memberdayakan warganegara untuk dapat
membuat pilihan yang bijak dan penuh dengan kesadaran dari berbagai alternatif
yang ditawarkan, memberikan pengalaman-pengalaman dan pemahaman yang dapat
memupuk berkembangnya komitmen yang benar terhadap nilai-nilai dan prinsip yang
memberdayakan sebuah masyarakat bebas untuk tetap bertahan.Civic Education
bukan hanya meningkatkan partisipasi warga negara, tetapi juga menanamkan
partisipasi yang berkompeten dan bertanggungjawab dan kompeten harus didasarkan
pada perenungan (refleksi), pengetahuan dan tanggung jawab moral.
Ace Suryadi mengatakan bahwa
Civic Education menekankan pada empat hal :
·
Civic Education bukan sebagai
Indoktrinasi politik, Civic Education sebaiknya tidak menjadi alat indoktrinasi
politik dari pemerintahan yang berkuasa. Civic Education seharusnya menjadi
bidang kajian kewarganegaraan serta disiplin lainnya yang berkaitan secara
langung denga proses pengembangan warga negara yang demokratis sebagai
pelaku-pelaku pembengunan bangsa yang bertanggung jawab.
·
Civic Education mengembangkan
state of mind, pembangunan karakter bangsa merupakan proses pembentukan warga
negara yang cerdas serta berdaya nalar tinggi. Civic education memusatkan
perhatian pada pembentukan kecerdasan (civic intelligence), tanggung jawab
(civic responbility), dan partisipasi (civic participation) warga negara
sebagai landasan untuk mengembangkan nilai dan perilaku demokrasi. Demokrasi
dikembangkan melalui perluasan wawasan, pengembangan kemampuan analisis serta
kepekaan sosial bagi warga negara agar mereka ikut memecahkan permasalahan
lingkungan. Kecakapan analitis itu juga diperlukan dalam kaitan dengan sistem
politik, kenegaraan, dan peraturan perundang-undangan agar pemecahan masalah
yang mereka lakukan adalah realistis
·
Civic Education adalah suatu
proses pencerdasan, pendekatan mengajar yang selama ini seperti menuangkan air
kedalam gelas (watering down) seharusnya diubah menjadi pendekatan yang lebih
partisipatif dengan menekankan pada latihan penggunaan nalar dan logika. Civic
education membelajarkan siswa memiliki kepekaan sosial dan memahami
permasalahan yang terjadi dilingkungan secara cerdas. Dari proses itu siswa
dapat juga diharapkan memiliki kecakapan atau kecerdasan rasional, emosional,
sosial dan spiritual yang tinggi dalam pemecahan permasalahan sosial dalam
masyarakat. Keempat, Civic Education sebagai lab demokrasi, sikap dan perilaku
demokratis perlu berkembang bukan melalui mengajar demokrasi (teaching
democracy), akan tetapi melalui penerapan cara hidup berdemokrasi (doing
democracy) sebagai modus pembelajaran. Melalui penerapan demokrasi, siswa
diharapkan akan seceptnya memahami bahwa demokrasi itu penting bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dalam
hal ini civic education lebih dipentingkan karena menekankan pada:
1.
Civic Education tidak hanya
sekadar melayani kebutuhan-kebutuhan warga dalam memahami masalah-masalah
sosial politik yang terjadi , tetapi lebih dari itu. Ia pun memberikan
informasi dan wawasan tentang berbagai hal menyangkut cara-cara penyelesaian
masalah . dalam kontek ini, civic education juga menjanjikan civic knowledge
yang tidak saja menawarka solusi alternatif, tetapi juga sangat terbuka dengan
kritik (kontruktif).
2.
Civic education dirasakan sebagai
sebuah kebutuhan mendesak karena merupakan sebuah proses yang mempersiapkan
partisipasi rakyat untuk terlibat secara aktif dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara secara demokratis.
Pendidikan yang bersifat demokratis, harus memiliki tujuan
menghasilkan tujuan menghasilkan lulusan yang mampu berpartisipasi dalam
kehidupan masyarakat dan mampu mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan
publik. Dengan kata lain, pendidikan harus mampu menanamkan kesadaran dan
membekali pengetahuan kan peran warga dalam masyarakat demokratis.
Guna membangun masyarakat yang demokratis diperlukan pendidikan
agar warganya dapat mengkritisi dan memahami permasalahan yang ada. Dengan demikian
civic education akan menghasilkan suatu pendidikan yang demokratis dengan
melahirkan generasi masa depan yang cerdas, terbuka, mandiri dan demokratis.
Sehingga diharapkan civic education dapat memberikan nilai-nilai
demokrasi dengan tujuan : Pertama, Dapat memberikan sebuah gambaran mengenai
hak dan kewajiban warga negara sebagai bagian dari integral suatu bangsa dalam
upaya mendukung terealisasinya proses transisi menuju demokrasi, dengan
mengembangkan wacana demokrasi, penegakan HAM dan civil society dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Kedua, Menjadikan warga negara yang baik (good
citizen) menuju kehidupan berbangsa dan bernegara yang mengedepankan semangat
demokrasi keadaban, egaliter serta menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia.
Ketiga, Meningkatkan daya kritis masyarakat sipil. Keempat, Menumbuhkan
kesadaran dan keterlibatan masyarakat sipil secara aktif dalam setipa kegiatan
yang menunjang demokratisasi, penegakan HAM dan perwujudan civil society.
2.4
Penerapan Civic Education di
Indonesia
Pemberlakuan Kurikulum tentang Pendidikan Kewargaan Negara
(Civic Education/ Citizanship Education) dimulai dari tahun 1957 sampai dengan
diberlakukannya kurikulum mata pelajaran PMP 1975, dan dilanjutkan dengan
Kurikulum PMP 1984 sebagai penyesuaian terhadap Kurikulum 1975 dan terakhir
kurikulum 1994. Penerapan Civic Education dalam arti pendidikan Kewargaan
Negara (SD 1968) dan Pendidikan Kewargaan Negara(SMA 1968) dan yang berlaku
melalui Kurikulum 1994 dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan masih
memiliki misi dan fungsi yang sama yaitu membentuk warga negar yang baik sesuai
dengan isi dan jiwa Pancasilandan UUD 1945 sebagaimana telah sering dibaca dan
di dengar selama ini. Dalam perubahan kurikulum itu harus diakui telah terjadi
perubahan-perubahan pada isi dan penekanan-penekanan tertentu pada substansi
isi. Selain itu juga telah terjadi peruban dalam strategi penyampaiannya.
Adanya tuntutan-tuntutan perubahna ke arah kehidupan yang lebih
demokratis harus diakui sebagai hasil positif dari pendidikan kewarganegaraan
belakangan ini termasuk ekses yang sekaligus merupakan tantangan bagi proses
demokratisasi itu sendiri. Tutntuan perubahan itu selain disebabkan oleh
hal-hal tersebut juga karena beberapa sebab lain yang amat fundamental seperti dikemukakan
oleh Azizi wahab (1998) bahwa: Bidang studi PPKN sesuai dengan fungsi dan
tujuannya selama ini menjadi sarana untuk membina warga negara untuk lebih
mengetahui hak dan kewajibannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam era reformasi dan dalam kehidupan demokrasi setiap orang
sebagai warga negara memperoleh kebebasan dan diperlakukan secara adil untuk
itu setiap warga negara harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang baik. Tujuannya adalah agar setiap warga negara menjadi cerdas,
dapat berfikir kritis dan kreatif serta memiliki sikap disiplin pribadi agar
dapat berpartisipasi dalam mengatasi berbagai persoalan baik pribadi, maupun
masyarakat lingkungannya. lahirnya warga negara seperti itu menuntut perubahan-perubahan
mendasar dalam mendidik pada umumnya dan pendidikan kewarganegaraan khususnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
PKn di indonesia mulai muncul
dengan nama Civics dalam buku Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civics)
1967 yang menurut para penulisnya (Supardo. DKK) dinyatakan sama dengan istilah
Jerman: “staatsburgerkunde”, dengan istilah inggris “Civics”” atau dengan
istilah indonesia “Kewarganegaraan”. Bahan pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
1959 tersebut istilah Kewarganegaraan atas usul Menteri Kehakiman waktu itu Mr.
Sahardjo diubah menjadi Kewarganegaraan Negara berlaku sampai dengan
diberlakukannya Kurikulum 1968.
Pendidikan
Kewargaan Negara menurut kurikulum 1968 berada dalam Kelompok Pembinaan Jiwa
Pancasila baik di sekolah Dasar maupun di Sekolah Menengah pada tahun 1975, PKn
berubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP) sebagai nama Bidang studi
(BS) untuk Pendidikan Kewargaan Negara yang tujuannya adalah membentuk warga
negara Pancasilais yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA
http://ewintribengkulu.blogspot.com/2012/11/konsep-civic-education.html
Comments
Post a Comment